Sabtu, 07 Juli 2018

Pendidikan Kewarganegaraan

1.     KETAHANAN NASIONAL
·         Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional (national resilience) adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi seluruh kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, untuk menjamin identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.

Konsepsi ketahanan Negara merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia juga sebagai cara terbaik yang perlu diterapkan secara kontinu dalam rangka membina kondisi nasional yang ingin digapai. Konsepsi ini harus diwujudkan oleh suatu Negara dan harus dibina secara dini, terus menerus dan sinergis dengan aspek-aspek kehidupan bangsa lain.

Dalam terminology asing (barat), yang semakna dengan ketahanan nasional disebut dengan istilah National Power (kekuatan nasional) yang aspek didalamnya antara lain wilayah yang luas, sumber daya alam yang besar, kapasitas industri, penguasaan teknologi, kesiapsiagaan militer, kepemimpinan yang efektif, dan kualitas/kuantitas angkatan perang. Indonesia tidak memakai istilah kekuatan nasional dikarenakan istilah Ketahanan Nasional dipandang lebih sesuai dengan dinamika sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang selama berabad-abad lamanya berhasil mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai sebuah bangsa. Yang dimaksud dengan “dinamika perjuangan bangsa Indonesia” adalah dinamika (pasang surut) perjuangan bangsa Indonesia sejak masa pra kolonial, dalam era kiolonial, era Orde Lama, Orde Baru dan seterusnya hingga saat ini.

·         Fungsi Ketahanan Nasional
Berikut fungsi ketahanan nasional :
Ø  Sebagai doktrin dasar nasional, untuk menjamin terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa baik yang bersifat inter-regional, inter-sektoral maupun multi disiplin.
Ø  Sebagai pola dasar pembangunan nasional, pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pembangunan nasional di segala bidang dan sektor pembangunan secara terpadu, yang dilakukan sesuai rancangan program.
Ø  Sebagai metode pembinaan kehidupan nasional, merupakan suatu metode integral yang mencakup seluruh aspek dalam kehidupan Negara yang dikenal sebagai astagatra yang terdiri dari aspek alamiah seperti geografi, kekayaan alam dan penduduk dan aspek social budaya seperti ideology, politik, socialbudaya, perthanan dan keamanan.

·         Tujuan Ketahanan Nasional
Tujuan dari ketahanan nasional terdapat dalam UUD 1945 alinea ke-4 Pembukaan, “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dari bunyi alinea ke 4 tersebut, telah disebutkan mengenai tujuan dari ketahanan nasional di Indonesia. Tentunya yang paing penting tujuannya adalah untuk memngusahakan negara agar dapat terus bertahan menghadapi segala situasi sulit maupun problematika yang terjadi di Indonesia.

·         Sifat Ketahanan Nasional
Ø  Mandiri, percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dan tidak mudah menyerah. Sifat ini merupakan salah satu syarat untuk menjalin kerjasama.
Ø  Dinamis, maksudnya tidak tetap, naik turun, tergantung situasi dan kondisi bangsa dan Negara serta lingkungan strategisnya. Sifat ini selalu diorientasikan kemasa depan dan diarahkan pada kondisi yang lebih baik.
Ø  Wibawa, semakin tinggi tingkat ketahanan nasional maka akan semakin tinggi wibawa Negara dan pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan nasional.
Ø  Konsultasi dan kerjasama, adanya saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

·         Ciri Dan Asas Ketahanan Nasional
Ciri ketahanan nasional, yaitu :
Ø  Didasarkan pada metode astagrata, seluruh aspek kehidupan nasional tercermin dalam sistematika astagarata yang terdiri atas 3 aspek alamiah/statis (trigatra) yang meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan dan lima aspek social/dinamis (pancagatra) yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Ø  Berpedoman pada wawasan nasional.
Ø  Merupakan syarat utama bagi Negara berkembang.
Ø  Difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan.
Ø  Untuk menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari luar dan dalam.
Ø  Sebagai pertahanan yang ditujukan secara langsung untuk memelihara keamanan dan kesejahteraan.
Ø  Lebih menonjolkan pendekatan persuasif.

Asas ketahanan nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan nusantara. Asas-asas ketahanan nasional yaitu :
Ø  Asas kesejahteraan dan keamanan
Kebutuhan mendasar dan wajib dipenuhi bagi individu, kelompok dan masyarakat yang merupakan tolak ukur bagi baik buruknya ketahanan nasional.
Ø  Asas komperhensif integral/menyeluruh terpadu
Ketahanan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan berkaitan dengan bentuk persatuan dan perpaduan secara selaras, serasi dan seimbang.
Ø  Asas mawas ke dalam dan mawas keluar
Mawas kedalam bertujuan menumbuhkan sifat dan kondisi kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai kemandirian dan meningkatkan kualitas kemandirian bangsa. Mawas ke luar dilakukan dalam rangka mengantisipasi, menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan strattegis luar negeri.
Ø  Asas kekeluargaan
Berisi sikap-sikap hidup yang diliputi keadilan kebersamaan, kesamaan, gotong-royong, teggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Dengan adanya asas ini diakui adanya perbedaan dan terjaga dari konflik yag bersifat merusak.

2.     POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
·         Pengertian Politik Dan Strategi Nasional
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu :
                            a).            Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics)   yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.
                            b).            Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya :
Ø  proses pertimbangan
Ø  menjamin terlaksananya suatu usaha
Ø  pencapaian cita-cita/keinginan
Jadi politik adalah tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau negara. Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan :
                                                 a.            Negara
Adalah suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Dapat dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat dan  organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang berdaulat.
                                                b.            Kekuasaan
Adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Yang perlu diperhatikan dalam kekuasaan adalah bagaimana cara memperoleh kekuasaan, bagaimana cara mempertahankan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu dijalankan.
                                                 c.            Pengambilan Keputusan
Politik adalah pengambilan keputusan melaui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara. Yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan politik adalah siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat.
                                                d.            Kebijakan Umum
Adalah suatu kumpulan keputusan yang diambill oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu.
                                                 e.            Distribusi
Adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat

            Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang artinya the art of the general atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan.

            Karl von Clausewitz berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan, sedangkan perang adalah kelanjutan dari politik.

            Dalam abad modern dan globalisasi, penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas termasuk dalam ilmu ekonomi maupun olah raga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencaipan suatu tujuan.

            Politik nasional adalah suatu kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional.
            Strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional. Strategi nasional disusun untuk melaksanakan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

·         Dasar Pemikiran Penyususan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam manajemen nasional sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyususan politik strategi nasional, karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.

·         Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Politik strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 berkembang pendapat yang mengatakan bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan suprastruktur politik, lembaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, BPK, dan MA. Sedangkan badan-badan yang berada didalam masyarakat disebut sebagai infrastruktur politik yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.

Mekanisme penyusunan politik strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden, dalam hal ini Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR sejak pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada tahun 2004. Karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat maka dalam menjalankan pemerintahan berpegang pada visi dan misi Presiden yang disampaikan pada waktu sidang MPR setelah pelantikan dan pengambilan sumpah dan janji Presiden/Wakil Presiden. Visi dan misi inilah yang dijadikan politik dan strategi dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangumnan selama lima tahun. Sebelumnya Politik dan strategi nasional mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR.

Proses penyusunan politik strategi nasional pada infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran masing-masing sektor/bidang.

Dalam era reformasi saat ini masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam mengawasi jalannya politik strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh Presiden.

·         Stratifikasi Politik Nasional
Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
                       a).            Tingkat penentu kebijakan puncak
Ø  Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup  penentuan undang-undang dasar. Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR.
Ø  Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
                      b).            Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
                       c).            Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum  guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.
                      d).            Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
                       e).            Tingkat penentu kebijakan di Daerah
Ø  Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
Ø  Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.

3.     OTONOMI DAERAH DARI MASA KE MASA
Sejak merdeka hingga sekarang, Indonesia enam kali mengganti undang-undang otonomi daerahnya.

UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Indonesia Daerah (lembaga legislatif daerah—Red) menjadi UU yang pertama, yang kemudian diganti UU No 22/1948 tentang Penetapan Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri.

Selanjutnya, UU No 1/1957 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UU No 5/1974 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32/2004 dan UU No 33/2004.

Awalnya, UU 1/1945 hanya mengatur aspek desentralisasi politik. Itu pun sangat terbatas.

Ketika diubah menjadi UU No 22/1948, terjadi lompatan berarti. Hampir seluruh segi desentralisasi, baik politik, administratif, finansial, bahkan desentraliasi asimetris seperti menyangkut daerah istimewa, diatur dalam UU tersebut. Sayang, gonjang-ganjing politik nasional ketika itu membuat UU ini tak dapat diterapkan. Meski demikian, proses otonomi daerah berkembang makin demokratis seperti ditunjukkan UU No 1/1957.

Prof Djohermansyah Djohan dalam tulisannya, ”Otonomi Daerah Masa Kemerdekaan Hingga Demokrasi Terpimpin” (Pasang Surut Otonomi Daerah, Yayasan Tifa dan Institute for Local Development, 2005) menulis, UU yang disetujui DPR hasil Pemilu 1955 ini jauh lebih baik meski masih mempertahankan format pemerintahan lokal seperti pada UU 22/1948.

Kepala daerah (KDH) tak lagi diangkat ”pusat” berdasarkan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tetapi dipilih langsung.

Sayang, tulis Prof Bhenyamin Hoessin dalam buku yang sama, karena ada ketentuan pemilihan langsung KDH diatur dalam UU tersendiri, dan selama belum ada UU pemilihan langsung KDH, pemilihan dilakukan DPRD seperti pada ketentuan UU No 22/1948, pemilihan langsung belum bisa dilaksanakan.

UU No 1/1957 diganti dengan UU No 18/1965, yang menurut Prof Djohermansyah justru mundur karena dalam Pasal 11 sampai Pasal 17 ketentuan pemilihan langsung KDH dihapus.

·         Orde Baru
Memasuki masa Orde Baru (Orba), UU 18/1965 diganti UU 5/1974 yang sentralistis. Proses kehidupan demokrasi, terutama di daerah, mundur jauh ke belakang. Apalagi dengan dibentuknya lembaga musyawarah pimpinan daerah (muspida), termasuk jalur organisasi militer di daerah.
Prof Syarif Hidayat, dalam tulisannya, ”Desentralisasi dan Otonomi Daerah Masa Orba (1966-1998)” di buku yang sama mengatakan, di UU ini asas dekonsentrasi tak lagi didudukkan sebagai komplemen dari asas desentraliasi, tetapi diberi status sama dengan desentralisasi.

·         Reformasi
UU 5/1974 diganti UU 22/1999 dan UU 25/1999. Seperti halnya UU 1/1957, UU 22/1999 dinilai terlalu jauh melompat.

Menurut Prof Bhenyamin, bila UU 5/1974 teorinya menganut model efisiensi struktural yang menekankan efisiensi dalam pelayanan dan pembangunan, maka UU 22/1999 menganut model demokrasi lokal.

Provinsi, kabupaten, dan kota yang dulunya bergantung sepenuhnya dan menjadi subordinat pusat, berubah menjadi independen dan koordinatif. Hubungan pusat dan daerah yang tadinya bersifat dari atas ke bawah diganti dengan hubungan yang bersifat resiprokal.

Karena UU 22/2004 memberi kemudahan terhadap pembentukan kabupaten dan kota, bermunculanlah ratusan kabupaten dan kota yang jumlahnya sekarang mencapai 440.

Sayangnya, pertumbuhan pesat kabupaten dan kota tidak dibarengi dengan penegakan hukum dan penguatan visi elite lokal. Yang terjadi kemudian, praktik korupsi, mismanajemen daerah, dan konflik meluas.

Untuk meredam lompatan yang dinilai kebablasan itu, UU 22/1999 kemudian diganti dengan UU 32/2004. Dalam UU ini diatur tegas wewenang pusat, yaitu politik luar negeri-pertahanan dan keamanan-moneter- fiskal nasional-yustisiagama. Peran gubernur sebagai kepanjangan tangan pusat untuk mengkoordinasi daerah di bawahnya pun ditetapkan.

UU 32/2004, kata Prof Bhenyamin, telah memadukan model efisiensi struktural dan model demokrasi lokal. Meski demikian, nuansa demokrasinya tetap masih kental karena baik KDH maupun DPRD dipilih langsung.
Ketua PAH I DPD Muspani menilai, meski telah mengalami banyak kemajuan, UU Otonomi Daerah belum memberi ruang lebih luas pada aspek perkembangan ekonomi daerah karena tiadanya politik ekonomi nasional yang jelas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN (3 JURNAL)

1.         Jurnal : “PERANCANGAN ALAT DAN ANALISIS EKSPERIMENTAL GETARAN AKIBAT MISALIGNMENT POROS” Metodologi Penelitian Penelitian ...