1.
KETAHANAN NASIONAL
·
Pengertian
Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional (national resilience) adalah kondisi dinamis
suatu bangsa yang meliputi seluruh kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan ancaman, hambatan dan
gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, untuk menjamin identitas,
dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai tujuan
nasional.
Konsepsi ketahanan Negara merupakan suatu ajaran yang diyakini
kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia juga sebagai cara terbaik yang perlu
diterapkan secara kontinu dalam rangka membina kondisi nasional yang ingin
digapai. Konsepsi ini harus diwujudkan oleh suatu Negara dan harus dibina
secara dini, terus menerus dan sinergis dengan aspek-aspek kehidupan bangsa
lain.
Dalam terminology asing (barat), yang semakna dengan ketahanan
nasional disebut dengan istilah National Power (kekuatan nasional) yang aspek
didalamnya antara lain wilayah yang luas, sumber daya alam yang besar,
kapasitas industri, penguasaan teknologi, kesiapsiagaan militer, kepemimpinan
yang efektif, dan kualitas/kuantitas angkatan perang. Indonesia tidak memakai
istilah kekuatan nasional dikarenakan istilah Ketahanan Nasional dipandang
lebih sesuai dengan dinamika sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang selama
berabad-abad lamanya berhasil mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai
sebuah bangsa. Yang dimaksud dengan “dinamika perjuangan bangsa Indonesia”
adalah dinamika (pasang surut) perjuangan bangsa Indonesia sejak masa pra
kolonial, dalam era kiolonial, era Orde Lama, Orde Baru dan seterusnya hingga
saat ini.
·
Fungsi
Ketahanan Nasional
Berikut fungsi ketahanan nasional :
Ø Sebagai doktrin dasar nasional, untuk menjamin terjadinya pola
pikir, pola sikap, pola tindak, dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa
baik yang bersifat inter-regional, inter-sektoral maupun multi disiplin.
Ø Sebagai pola dasar pembangunan nasional, pada hakikatnya merupakan
arah dan pedoman dalam pembangunan nasional di segala bidang dan sektor
pembangunan secara terpadu, yang dilakukan sesuai rancangan program.
Ø Sebagai metode pembinaan kehidupan nasional, merupakan suatu metode
integral yang mencakup seluruh aspek dalam kehidupan Negara yang dikenal
sebagai astagatra yang terdiri dari aspek alamiah seperti geografi, kekayaan
alam dan penduduk dan aspek social budaya seperti ideology, politik,
socialbudaya, perthanan dan keamanan.
·
Tujuan
Ketahanan Nasional
Tujuan dari ketahanan nasional terdapat dalam UUD 1945 alinea ke-4
Pembukaan, “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian
abadi dan keadilan sosial”. Dari bunyi alinea ke 4 tersebut, telah disebutkan mengenai
tujuan dari ketahanan nasional di Indonesia. Tentunya yang paing penting
tujuannya adalah untuk memngusahakan negara agar dapat terus bertahan
menghadapi segala situasi sulit maupun problematika yang terjadi di Indonesia.
·
Sifat
Ketahanan Nasional
Ø Mandiri, percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dan tidak mudah
menyerah. Sifat ini merupakan salah satu syarat untuk menjalin kerjasama.
Ø Dinamis, maksudnya tidak tetap, naik turun, tergantung situasi dan kondisi
bangsa dan Negara serta lingkungan strategisnya. Sifat ini selalu
diorientasikan kemasa depan dan diarahkan pada kondisi yang lebih baik.
Ø Wibawa, semakin tinggi tingkat ketahanan nasional maka akan semakin
tinggi wibawa Negara dan pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan nasional.
Ø Konsultasi dan kerjasama, adanya saling menghargai dengan
mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.
·
Ciri
Dan Asas Ketahanan Nasional
Ciri ketahanan nasional, yaitu :
Ø Didasarkan pada metode astagrata, seluruh aspek kehidupan nasional
tercermin dalam sistematika astagarata yang terdiri atas 3 aspek alamiah/statis
(trigatra) yang meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan dan lima
aspek social/dinamis (pancagatra) yang meliputi ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Ø Berpedoman pada wawasan nasional.
Ø Merupakan syarat utama bagi Negara berkembang.
Ø Difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengembangkan kehidupan.
Ø Untuk menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan dan
gangguan dari luar dan dalam.
Ø Sebagai pertahanan yang ditujukan secara langsung untuk memelihara
keamanan dan kesejahteraan.
Ø Lebih menonjolkan pendekatan persuasif.
Asas
ketahanan nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun
berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan nusantara. Asas-asas ketahanan
nasional yaitu :
Ø Asas kesejahteraan dan keamanan
Kebutuhan
mendasar dan wajib dipenuhi bagi individu, kelompok dan masyarakat yang
merupakan tolak ukur bagi baik buruknya ketahanan nasional.
Ø Asas komperhensif
integral/menyeluruh terpadu
Ketahanan
nasional mencakup seluruh aspek kehidupan berkaitan dengan bentuk persatuan dan
perpaduan secara selaras, serasi dan seimbang.
Ø Asas mawas ke dalam dan mawas keluar
Mawas
kedalam bertujuan menumbuhkan sifat dan kondisi kehidupan nasional berdasarkan
nilai-nilai kemandirian dan meningkatkan kualitas kemandirian bangsa. Mawas ke
luar dilakukan dalam rangka mengantisipasi, menghadapi dan mengatasi dampak
lingkungan strattegis luar negeri.
Ø Asas kekeluargaan
Berisi
sikap-sikap hidup yang diliputi keadilan kebersamaan, kesamaan, gotong-royong,
teggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Dengan adanya asas ini diakui adanya perbedaan dan terjaga dari
konflik yag bersifat merusak.
2.
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
·
Pengertian
Politik Dan Strategi Nasional
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis
berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri
(negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata
politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian
arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan
penggunaan, yaitu :
a).
Dalam
arti kepentingan umum (politics)
Politik
dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang
berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut
Politik (Politics) yang artinya adalah
suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki
disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai
keadaan yang kita inginkan.
b).
Dalam
arti kebijaksanaan (Policy)
Politik
adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih
menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita
kehendaki. Dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya :
Ø proses pertimbangan
Ø menjamin terlaksananya suatu usaha
Ø pencapaian cita-cita/keinginan
Jadi
politik adalah tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu masalah
dari masyarakat atau negara. Dengan
demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan :
a.
Negara
Adalah
suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang
ditaati oleh rakyatnya. Dapat dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat
dan organisasi politik yang paling utama
dalam suatu wilayah yang berdaulat.
b.
Kekuasaan
Adalah
kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Yang perlu diperhatikan dalam
kekuasaan adalah bagaimana cara memperoleh kekuasaan, bagaimana cara
mempertahankan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu dijalankan.
c.
Pengambilan
Keputusan
Politik
adalah pengambilan keputusan melaui sarana umum, keputusan yang diambil
menyangkut sektor publik dari suatu negara. Yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan keputusan politik adalah siapa pengambil keputusan itu dan untuk
siapa keputusan itu dibuat.
d.
Kebijakan
Umum
Adalah
suatu kumpulan keputusan yang diambill oleh seseorang atau kelompok politik
dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu.
e.
Distribusi
Adalah
pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah
sesuatu yang diinginkan dan penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik
membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat
Strategi berasal dari bahasa Yunani
yaitu strategia yang artinya the art of the general atau seni seorang panglima
yang biasanya digunakan dalam peperangan.
Karl von Clausewitz berpendapat
bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan peperangan, sedangkan perang adalah kelanjutan dari politik.
Dalam abad modern dan globalisasi,
penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang
panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas termasuk dalam
ilmu ekonomi maupun olah raga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara
untuk mendapatkan kemenangan atau pencaipan suatu tujuan.
Politik nasional adalah suatu
kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan
tujuan nasional.
Strategi nasional adalah cara
melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan
oleh politik nasional. Strategi nasional disusun untuk melaksanakan politik
nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
·
Dasar
Pemikiran Penyususan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan
politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila,
UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam
manajemen nasional sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyususan
politik strategi nasional, karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita
nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.
·
Penyusunan
Politik dan Strategi Nasional
Politik
strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem
kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 berkembang pendapat yang
mengatakan bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD
1945 merupakan suprastruktur politik, lembaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR,
Presiden, BPK, dan MA. Sedangkan badan-badan yang berada didalam masyarakat
disebut sebagai infrastruktur politik yang mencakup pranata politik yang ada
dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media
massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure
group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan
memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme
penyusunan politik strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur
oleh Presiden, dalam hal ini Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR sejak
pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada tahun 2004. Karena Presiden
dipilih langsung oleh rakyat maka dalam menjalankan pemerintahan berpegang pada
visi dan misi Presiden yang disampaikan pada waktu sidang MPR setelah
pelantikan dan pengambilan sumpah dan janji Presiden/Wakil Presiden. Visi dan
misi inilah yang dijadikan politik dan strategi dalam menjalankan pemerintahan
dan melaksanakan pembangumnan selama lima tahun. Sebelumnya Politik dan
strategi nasional mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR.
Proses
penyusunan politik strategi nasional pada infrastruktur politik merupakan
sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan
politik nasional, penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah
pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran
masing-masing sektor/bidang.
Dalam
era reformasi saat ini masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam
mengawasi jalannya politik strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh
Presiden.
·
Stratifikasi
Politik Nasional
Stratifikasi
politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
a).
Tingkat
penentu kebijakan puncak
Ø Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan
mencakup penentuan undang-undang dasar.
Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan
idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat
puncak dilakukan oleh MPR.
Ø Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara
seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan
puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari
kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit,
peraturan atau piagam kepala negara.
b).
Tingkat
kebijakan umum
Merupakan
tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh
nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai
idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
c).
Tingkat
penentu kebijakan khusus
Merupakan
kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah
penjabaran kebijakan umum guna
merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut.
Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan
tingkat diatasnya.
d).
Tingkat
penentu kebijakan teknis
Kebijakan
teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk
prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
e).
Tingkat
penentu kebijakan di Daerah
Ø Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah
terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di
daerahnya masing-masing.
Ø Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah
dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda)
tingkat I atau II.
Menurut
kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan
kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut
Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau
Walikota/Kepala Daerah tingkat II.
3.
OTONOMI DAERAH DARI MASA KE MASA
Sejak
merdeka hingga sekarang, Indonesia enam kali mengganti undang-undang otonomi
daerahnya.
UU
Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Indonesia
Daerah (lembaga legislatif daerah—Red) menjadi UU yang pertama, yang kemudian
diganti UU No 22/1948 tentang Penetapan Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan
Sendiri di Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri.
Selanjutnya,
UU No 1/1957 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 18/1965 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah, UU No 5/1974 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32/2004 dan UU No
33/2004.
Awalnya,
UU 1/1945 hanya mengatur aspek desentralisasi politik. Itu pun sangat terbatas.
Ketika
diubah menjadi UU No 22/1948, terjadi lompatan berarti. Hampir seluruh segi
desentralisasi, baik politik, administratif, finansial, bahkan desentraliasi asimetris
seperti menyangkut daerah istimewa, diatur dalam UU tersebut. Sayang,
gonjang-ganjing politik nasional ketika itu membuat UU ini tak dapat diterapkan.
Meski demikian, proses otonomi daerah berkembang makin demokratis seperti
ditunjukkan UU No 1/1957.
Prof
Djohermansyah Djohan dalam tulisannya, ”Otonomi Daerah Masa Kemerdekaan Hingga
Demokrasi Terpimpin” (Pasang Surut Otonomi Daerah, Yayasan Tifa dan Institute
for Local Development, 2005) menulis, UU yang disetujui DPR hasil Pemilu 1955
ini jauh lebih baik meski masih mempertahankan format pemerintahan lokal
seperti pada UU 22/1948.
Kepala
daerah (KDH) tak lagi diangkat ”pusat” berdasarkan rekomendasi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), tetapi dipilih langsung.
Sayang,
tulis Prof Bhenyamin Hoessin dalam buku yang sama, karena ada ketentuan
pemilihan langsung KDH diatur dalam UU tersendiri, dan selama belum ada UU
pemilihan langsung KDH, pemilihan dilakukan DPRD seperti pada ketentuan UU No
22/1948, pemilihan langsung belum bisa dilaksanakan.
UU
No 1/1957 diganti dengan UU No 18/1965, yang menurut Prof Djohermansyah justru
mundur karena dalam Pasal 11 sampai Pasal 17 ketentuan pemilihan langsung KDH
dihapus.
·
Orde
Baru
Memasuki
masa Orde Baru (Orba), UU 18/1965 diganti UU 5/1974 yang sentralistis. Proses
kehidupan demokrasi, terutama di daerah, mundur jauh ke belakang. Apalagi
dengan dibentuknya lembaga musyawarah pimpinan daerah (muspida), termasuk jalur
organisasi militer di daerah.
Prof
Syarif Hidayat, dalam tulisannya, ”Desentralisasi dan Otonomi Daerah Masa Orba
(1966-1998)” di buku yang sama mengatakan, di UU ini asas dekonsentrasi tak lagi
didudukkan sebagai komplemen dari asas desentraliasi, tetapi diberi status sama
dengan desentralisasi.
·
Reformasi
UU
5/1974 diganti UU 22/1999 dan UU 25/1999. Seperti halnya UU 1/1957, UU 22/1999
dinilai terlalu jauh melompat.
Menurut
Prof Bhenyamin, bila UU 5/1974 teorinya menganut model efisiensi struktural
yang menekankan efisiensi dalam pelayanan dan pembangunan, maka UU 22/1999
menganut model demokrasi lokal.
Provinsi,
kabupaten, dan kota yang dulunya bergantung sepenuhnya dan menjadi subordinat
pusat, berubah menjadi independen dan koordinatif. Hubungan pusat dan daerah
yang tadinya bersifat dari atas ke bawah diganti dengan hubungan yang bersifat
resiprokal.
Karena
UU 22/2004 memberi kemudahan terhadap pembentukan kabupaten dan kota, bermunculanlah
ratusan kabupaten dan kota yang jumlahnya sekarang mencapai 440.
Sayangnya,
pertumbuhan pesat kabupaten dan kota tidak dibarengi dengan penegakan hukum dan
penguatan visi elite lokal. Yang terjadi kemudian, praktik korupsi,
mismanajemen daerah, dan konflik meluas.
Untuk
meredam lompatan yang dinilai kebablasan itu, UU 22/1999 kemudian diganti
dengan UU 32/2004. Dalam UU ini diatur tegas wewenang pusat, yaitu politik luar
negeri-pertahanan dan keamanan-moneter- fiskal nasional-yustisiagama. Peran
gubernur sebagai kepanjangan tangan pusat untuk mengkoordinasi daerah di
bawahnya pun ditetapkan.
UU
32/2004, kata Prof Bhenyamin, telah memadukan model efisiensi struktural dan
model demokrasi lokal. Meski demikian, nuansa demokrasinya tetap masih kental karena
baik KDH maupun DPRD dipilih langsung.
Ketua
PAH I DPD Muspani menilai, meski telah mengalami banyak kemajuan, UU Otonomi Daerah
belum memberi ruang lebih luas pada aspek perkembangan ekonomi daerah karena
tiadanya politik ekonomi nasional yang jelas.
Menurut
dia, politik ekonomi akan berperan mengikat dan memadukan antara peran ”pusat”
dan daerah. (WIN)
Sumber :
https://www.ilmudasar.com/2017/07/Pengertian-Fungsi-Ciri-Sifat-dan-Asas-Ketahanan-Nasional-adalah.html
https://docs.google.com/document/d/1SSbGIcOuqp3h5C54Ww5KPu5cnfwsdpbmH719rQuRXEU/edit?hl=en
https://huma.or.id/wp-content/uploads/2006/05/Kompas-18-Januari-2006-Otonomi-Daerah-dari-Masa-Ke-Masa.pdf
Sumber :
https://www.ilmudasar.com/2017/07/Pengertian-Fungsi-Ciri-Sifat-dan-Asas-Ketahanan-Nasional-adalah.html
https://docs.google.com/document/d/1SSbGIcOuqp3h5C54Ww5KPu5cnfwsdpbmH719rQuRXEU/edit?hl=en
https://huma.or.id/wp-content/uploads/2006/05/Kompas-18-Januari-2006-Otonomi-Daerah-dari-Masa-Ke-Masa.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar